Sunday 20 January 2013

Pembelajaran menulis pantun


PEMBELAJARAN MENULIS PANTUN DENGAN TWO STAY TO STRAY

Oleh: Hadi Prayitno, S.Pd      

Pantun sebagai salah satu genre sastra merupakan wadah yang digunakan untuk mengungkapkan pikiran dan rasa hatinya tentang makna kehidupan, tentang kelakuan manusia dan hubungannya dengan alam sekitar. Hasil perenungan ini melahirkan mutiara hati, rasa jiwa, dan akal, tercurah dalam bentuk puisi yang sangat kreatif dan halus sekali seninya. Dengan demikian pantun dapat dijadikan salah satu sarana untuk mendidik, terutama yang berkaitan dengan kehalusan akal budi.
Salah satu cara melestarikan dan memahami isi pantun dilaksanakan melalui pembelajaran di sekolah. Akan tetapi, pembelajaran pantun secara konvensional menunjukkan hasil yang rendah. Pembelajaran pantun dengan cara-cara lama ternyata tidak mencapai tujuan yang diharapkan. Pembelajaran pantun pun perlu dilaksanakan dengan cara-cara baru yang memberi  kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan gagasannya dan mendorong siswa bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan kepadanya.
Salah satu model pembelajaran yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan menulis pantun  adalah Model Pembelajaran Kooperatif tipe Two Stay Two Stray (Dua Tinggal Dua Tamu).
Hakikat Pantun
Pengertian pantun sebagai lirik yang dinyanyikan atau nyanyian itu sendiri pertama kali disebutkan oleh seorang sarjana Belanda abad ke-19 M, J.J. de Hollander dalam bukunya Handleideing biji de beoefening der Maleische taal en letterkkunde (1893). Hollander mengatakan yang disebut pantun sebagian besarnya adalah sajak percintaan yang dinyanyikan atau dibaca dengan dinyanyikan secara spontan dan dalam pesta. Dia merujuk pada dua hikayat Melayu, yaitu Hikayat Bikrama Datya Jaya dan  Hikayat Bujangga Mahaputra. Dalam hikayat pertama ditemukan berulangkali kata-kata seperti: “Segala dayang-dayang  pun bersyair dan berpantun dan berseloka.” Hollander berpendapat bahwa syair berasal dari sastra Arab, seloka dari sastra India (Sansekerta), sedang pantun adalah nyanyian Melayu asli.
Fang (1993:195) juga mengartikan pantun sebagai senandung yang dinyanyikan. Ia mendefinisikan demikian berdasarkan catatan pelayaran Abdullah Munsyi ke Kelantan tentang cara-cara pantun dinyanyikan, misalnya Lagu Dua, Lagu Ketara, Ketapang atau Dendang Sayang, dan lain-lain.
Senada dengan pengertian di atas, Asfar (2006) mendefinisikan pantun pada mulanya adalah senandung atau puisi rakyat yang dinyanyikan. Demikian juga menurut Hadi (2008) dalam beberapa bahasa Nusantara seperti Sasak di Lombok dan Madura di Jawa Timur, kata-kata pantun diberi arti nyanyian. Orang yang menyanyi di Madura dikatakan apantun (berpantun), dan yang dinyanyikan ialah sajak yang dalam bahasa Melayu disebut pantun.
Sedangkan menurut Wahyudi (2008), pantun pada hakikatnya merepresentasikan yang saling berbalas atau bersahut, atau juga mengarah kepada suatu penerusan ujaran yang manasuka tetapi berjalinan Dengan pengertian lain, pantun yang mewadahi suatu komunikasi bersahutan atau berbalasan akan mengekspresikan suatu pola yang mengulang beberapa larik, biasanya dua larik, dari pantun yang sudah diujarkan terlebih dahulu.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pantun pada hakikatnya adalah suatu bentuk komunikasi lisan yang berbentuk puisi rakyat dan merujuk pada sesuatu yang teratur, yang lurus, baik secara kongkrit atau abstrak serta dapat dinyanyikan.
Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Pembelajaran Kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang saling asuh antar siswa untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan.
Pembelajaran kooperatif terdiri dari beberapa unsur, paling sedikit ada empat macam, yakni saling ketergantungan positif, interaksi tatap muka, akuntabilitas individual, dan ketrampilan menjalin hubungan antar pribadi.
Interaksi tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan guru, tetapi juga dengan sesama siswa. Dengan interaksi tatap muka, memungkinkan para siswa dapat saling menjadi sumber belajar, sehingga sumber belajar menjadi variasi. Dengan interaksi ini diharapkan akan memudahkan dan membantu siswa dalam mempelajari suatu materi dan konsep.
Two StayTwo Stray (Dua Tinggal Dua Tamu)
Ada beberapa tipe model pembelajaran yang bisa digunakan oleh guru dalam model pembelajaran kooperatif (Abdurrahman dan Bintro, 2000 dalam Nurhadi, 2003), yakni salah satunya adalah tipe Two StayTwo Stray (Dua Tinggal Dua Tamu).
Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Two StayTwo Stray (Dua Tinggal Dua Tamu) adalah sebagai berikut.
(1) siswa bekerja sama dalam kelompok yang berjumlah 4 (empat) orang;
(2)  setelah selesai, dua orang dari masing-masing menjadi tamu kedua kelompok yang lain;
(3)  dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi ke tamu mereka;
(4)  tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain; dan
(5)  kelompok mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka.
Pelaksanaan Pembelajaran Menggunakan Model Kooperatif Tipe Two StayTwo Stray (Dua Tinggal Dua Tamu)
Pelaksanaan pembelajaran menggunakan model kooperatif tipe two stay two stray (dua tinggal dua tamu) dengan kompetensi menulis pantun dibagi dalam dua pertemuan. Pada pertemuan pertama, guru menjelaskan ciri-ciri pantun dan siswa menyusun pantun yang diacak. Pertemuan kedua, siswa melengkapi pantun yang dirumpangkan dan menulis pantun.
Adapun langkah-langkah pembelajaran pertemuan pertama adalah sebagai berikut.
(1)     guru menunjukkan sebuah pantun kepada siswa atau meminta siswa memberikan contoh sebuah pantun kemudian guru menanyakan jumlah baris pantun tersebut;
(2)     guru menanyakan nama atau sebutan baris kesatu dan kedua serta sebutan baris ketiga dan keempat. Kalau memang tidak ada anak yang dapat menjawab pertanyaan tersebut, guru menjelaskan bahwa nama baris kesatu dan kedua adalah sampiran sedangkan nama baris ketiga dan keempat adalah isi. Untuk memperjelas hal ini guru dapat menambah contoh pantun lagi;
(3)     guru menanyakan persamaan bunyi akhir baris-baris pantun tersebut. Bunyi akhir baris pertama sama dengan bunyi akhir baris keberapa? Bunyi akhir baris kedua sama dengan bunyi akhir baris keberapa? Guru melanjutkan pertanyaan dengan bagian bunyi mana yang memiliki persamaan. Hal ini dapat diperjelas dengan menunjukkan atau menanyakan persamaan bunyi contoh pantun yang lain;
(4)     untuk memantapkan pemahaman siswa tentang ciri-ciri pantun, siswa dan guru menyimpulkan ciri-ciri pantun;
(5)     siswa membentuk kelompok heterogen. Tiap kelompok terdiri dari empat anak. Sedapat mungkin tiap kelompok terdiri dari empat anak karena dalam kegiatan selanjutnya dua anak akan berperan sebagai tuan rumah (tetap tinggal di kelompoknya atau rumahnya) dan dua anak lagi akan berperan sebagai tamu yang akan bertamu atau berkunjung ke kelompok lain. Dengan berdua, anak akan lebih percaya diri dan mengurangi tingkat kecemasannya. Kalau memang jumlah siswa dalam satu kelas tidak bisa dikelompokkan dengan tiap kelompok terdiri dari empat anak, beberapa kelompok bisa terdiri dari lima anak.
(5)     guru memberikan lembar kerja siswa yang berisi empat bait pantun yang susunannya diacak kepada tiap kelompok;
(6)     tiap kelompok menuliskan kembali empat bait pantun yang diacak dengan susunan  pantun yang tepat. Tiap kelompok diberi saran memiliki dua dokumen pekerjaan karena dokumen pertama akan dipegang dua anggota yang tinggal di kelompok (tuan rumah) sebagai hidangan dan dokumen kedua akan dibawa bertamu sebagai oleh-oleh;
(7)     pada saat tiap kelompok berdiskusi, guru berkeliling melihat aktivitas tiap kelompok. Selain untuk memberi motivasi kepada anak dan mengamati aktivitasnya, guru juga harus melihat hasil pekerjaan tiap kelompok untuk memastikan bahwa tidak akan terjadi hasil pekerjaan semua kelompok salah. Atau dengan kata lain, ada beberapa kelompok yang mengerjakannya dengan tepat sebagian atau keseluruhan. Hal ini berguna untuk penentuan siapa yang menjadi tamu suatu kelompok atau tim tamu satu kelompok akan bertamu ke kelompok mana;
(8)     tiap kelompok menentukan tim tamu dan tim tuan rumahnya yang masing-masing terdiri dari dua atau tiga anak. Tim tamu masing-masing kelompok  bertamu ke kelompok lain dan tim tuan rumah tetap tinggal di kelompoknya atau rumahnya. Tim tamu membawa oleh-oleh susunan pantun. Demikian juga dengan tuan rumah, mereka harus menyiapkan hidangan yang berupa susunan pantun;
(9)     secara bergantian antara tuan rumah dan tamu menyuguhkan pantunnya. Kemudian baik tuan rumah maupun tamu sama-sama membandingkan susunan pantunnya. Mereka sama-sama menyampaikan pendapat dan argumennya. Pada langkah ini tamu atan tuan rumah yang merasa salah pekerjaannya akan mengakuinya;
(10)   tamu minja izin pulang kepada tuan rumah dan kemudian kembali ke kelompok atau rumahnya. Di kelompok, tim tamu dan tim tuan rumah mendiskusikan hasil pekerjaannya. Kemudian mereka menentukan susunan pantun yang tepat; dan
(11)   untuk pemantapan, salah satu kelompok mempresentasikan hasil pekerjaannya. Dilanjutkan dengan tanggapan dan penegasan oleh guru dan siswa.
Sedangkan langkah-langkah pembelajaran pertemuan kedua adalah sebagai berikut.
(1)     siswa menjawab pertanyaan guru tentang ciri-ciri pantun;
(2)     siswa menyebutkan salah satu contoh pantun;
(3)     siswa menunjukkan sampiran dan isi pantun;
(4)     guru menegaskan pada siswa bahwa sampiran pantun dapat dirangkai dari nama buah-buahan, nama binatang, dan nama benda-benda lainnya. Sedangkan isi pantun dapat berisi tentang budi pekerti, nasehat, persahabatan, atau hal-hal yang lucu;
(5)     siswa menunjukkan sampiran yang dirangkai dari nama buah-buahan, nama binatang, atau nama benda;
(6)     siswa membentuk kelompok. Tiap kelompok terdiri dari empat anak. Dua anak berperan sebagai tuan rumah (tetap tinggal di kelompoknya atu rumahnya) dan dua anak yang lain berperan sebagai tamu. Karena jumlah siswa kelas empat terdiri dari 18 siswa, maka dalam pembelajaran ini ada empat kelompok dengan dua kelompok terdiri dari empat anak dan dua kelompok terdiri dari lima anak;
(7)     guru membagikan lembar kerja siswa yang berisi pantun yang dirumpangkan sampiran dan isinya dan membuat dua bait pantun bertema tentang budi pekerti;
(8)     siswa berdiskusi dengan kelompoknya melengkapi pantun yang dirumpangkan dan membuat dua bait pantun yang berisi tentang budi pekerti. Guru berkeliling ke semua kelompok untuk meilhat aktivitas mereka dalam mengerjakan lembar kerja;
(9)     tiap kelompok menentukan tim tamu dan tim tuan rumahnya yang masing-masing terdiri dari dua atau tiga anak. Tim tamu masing-masing kelompok  bertamu ke kelompok lain dan tim tuan rumah tetap tinggal di kelompoknya atau rumahnya. Tim tamu membawa oleh-oleh pantun. Demikian juga dengan tuan rumah, mereka harus mereka harus menyiapkan hidangan yang berupa pantun;
(10)   secara bergantian antara tuan rumah dan tamu menyuguhkan pantunnya. Kemudian baik tuan rumah maupun tamu sama-sama membandingkan susunan pantunnya. Mereka sama-sama menyampaikan pendapat dan argumennya;
(11)   tamu minja izin pulang kepada tuan rumah dan kemudian kembali ke kelompok atau rumahnya. Di kelompok, tim tamu dan tim tuan rumah mendiskusikan hasil pekerjaannya; dan
(12)   untuk pemantapan, salah satu kelompok mempresentasikan hasil pekerjaannya. Dilanjutkan dengan tanggapan dan penegasan oleh guru dan siswa.

DAFTAR RUJUKAN
Asfar, Dedy, Ari. 2006. November. Ungkapan Rasa dan Pikir dalam Pantun  Melayu dan Kalimantan Barat. Tuah Talino. Halaman 1-13.
Fang, Liaw, Yock. 1993. Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik. Jakarta: Erlangga.
Hadi, Abdul. 2008. Pantun sebagai Cermin Kehidupan Masyarakat Melayu. Makalah disajikan dalam Seminar Budaya Melayu di Tanjung Pinang, tanggal 16-17 Desember 2008.
Wahyudi, Ibnu. 2008. 29 November. Dari Pantun, Penyair ke Pemuisi. Kompas.

1 comment: