PEMBELAJARAN MENULIS PANTUN DENGAN TWO STAY TO STRAY
Oleh: Hadi Prayitno, S.Pd
Pantun sebagai salah satu
genre sastra merupakan wadah yang digunakan untuk mengungkapkan pikiran dan
rasa hatinya tentang makna kehidupan, tentang kelakuan manusia dan hubungannya
dengan alam sekitar. Hasil perenungan ini melahirkan mutiara hati, rasa jiwa,
dan akal, tercurah dalam bentuk puisi yang sangat kreatif dan halus sekali
seninya. Dengan demikian pantun dapat dijadikan salah satu sarana untuk
mendidik, terutama yang berkaitan dengan kehalusan akal budi.
Salah satu cara melestarikan
dan memahami isi pantun dilaksanakan melalui pembelajaran di sekolah. Akan tetapi, pembelajaran pantun secara
konvensional menunjukkan hasil yang rendah. Pembelajaran pantun dengan
cara-cara lama ternyata tidak mencapai tujuan yang diharapkan. Pembelajaran
pantun pun perlu dilaksanakan dengan cara-cara baru yang memberi kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan
gagasannya dan mendorong siswa bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan
kepadanya.
Salah satu model pembelajaran
yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan menulis pantun adalah Model Pembelajaran Kooperatif tipe Two Stay Two Stray (Dua Tinggal Dua
Tamu).
Hakikat Pantun
Pengertian pantun sebagai lirik yang dinyanyikan atau nyanyian itu
sendiri pertama kali disebutkan oleh seorang sarjana Belanda abad ke-19 M, J.J.
de Hollander dalam bukunya Handleideing
biji de beoefening der Maleische taal en letterkkunde (1893). Hollander
mengatakan yang disebut pantun sebagian besarnya adalah sajak percintaan yang
dinyanyikan atau dibaca dengan dinyanyikan secara spontan dan dalam pesta. Dia
merujuk pada dua hikayat Melayu, yaitu Hikayat
Bikrama Datya Jaya dan Hikayat Bujangga Mahaputra. Dalam hikayat
pertama ditemukan berulangkali kata-kata seperti: “Segala dayang-dayang pun bersyair dan berpantun dan berseloka.”
Hollander berpendapat bahwa syair berasal dari sastra Arab, seloka dari sastra
India (Sansekerta), sedang pantun adalah nyanyian Melayu asli.
Fang (1993:195) juga
mengartikan pantun sebagai senandung yang dinyanyikan. Ia mendefinisikan
demikian berdasarkan catatan pelayaran Abdullah Munsyi ke Kelantan tentang
cara-cara pantun dinyanyikan, misalnya Lagu Dua, Lagu Ketara, Ketapang atau
Dendang Sayang, dan lain-lain.
Senada dengan pengertian di atas, Asfar (2006) mendefinisikan pantun pada
mulanya adalah senandung atau puisi rakyat yang dinyanyikan. Demikian juga
menurut Hadi (2008) dalam beberapa bahasa Nusantara seperti Sasak di Lombok dan
Madura di Jawa Timur, kata-kata pantun
diberi arti nyanyian. Orang yang
menyanyi di Madura dikatakan apantun
(berpantun), dan yang dinyanyikan ialah sajak yang dalam bahasa Melayu disebut pantun.
Sedangkan menurut Wahyudi (2008), pantun pada hakikatnya
merepresentasikan yang saling berbalas atau bersahut, atau juga mengarah kepada
suatu penerusan ujaran yang manasuka tetapi berjalinan Dengan pengertian lain,
pantun yang mewadahi suatu komunikasi bersahutan atau berbalasan akan
mengekspresikan suatu pola yang mengulang beberapa larik, biasanya dua larik,
dari pantun yang sudah diujarkan terlebih dahulu.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pantun pada
hakikatnya adalah suatu bentuk komunikasi lisan yang berbentuk puisi rakyat dan
merujuk pada sesuatu yang teratur, yang lurus, baik secara kongkrit atau
abstrak serta dapat dinyanyikan.
Pembelajaran
Kooperatif (Cooperative Learning)
Pembelajaran Kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja
mengembangkan interaksi yang saling asuh antar siswa untuk menghindari
ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan.
Pembelajaran kooperatif terdiri dari beberapa unsur, paling sedikit ada
empat macam, yakni saling ketergantungan positif, interaksi tatap muka,
akuntabilitas individual, dan ketrampilan menjalin hubungan antar pribadi.
Interaksi tatap
muka menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling bertatap muka sehingga
mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan guru, tetapi juga dengan
sesama siswa. Dengan interaksi tatap
muka, memungkinkan para siswa dapat saling menjadi sumber belajar, sehingga
sumber belajar menjadi variasi. Dengan interaksi ini diharapkan akan memudahkan
dan membantu siswa dalam mempelajari suatu materi dan konsep.
Two
StayTwo Stray (Dua Tinggal Dua Tamu)
Ada beberapa tipe model pembelajaran yang bisa digunakan oleh guru dalam
model pembelajaran kooperatif (Abdurrahman dan Bintro, 2000 dalam Nurhadi,
2003), yakni salah satunya adalah tipe Two
StayTwo Stray (Dua Tinggal Dua Tamu).
Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Two StayTwo Stray (Dua Tinggal Dua Tamu) adalah sebagai berikut.
(1) siswa bekerja sama dalam kelompok yang berjumlah
4 (empat) orang;
(2) setelah
selesai, dua orang dari masing-masing menjadi tamu kedua kelompok yang lain;
(3) dua orang
yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi ke
tamu mereka;
(4) tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka
sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain; dan
(5) kelompok mencocokkan dan membahas hasil kerja
mereka.
Pelaksanaan Pembelajaran Menggunakan Model Kooperatif Tipe Two StayTwo Stray (Dua Tinggal Dua Tamu)
Pelaksanaan pembelajaran menggunakan model kooperatif tipe two stay two stray (dua tinggal dua
tamu) dengan kompetensi menulis pantun dibagi dalam dua pertemuan. Pada pertemuan pertama, guru menjelaskan
ciri-ciri pantun dan siswa menyusun pantun yang diacak. Pertemuan kedua, siswa
melengkapi pantun yang dirumpangkan dan menulis pantun.
Adapun langkah-langkah
pembelajaran pertemuan pertama adalah sebagai berikut.
(1) guru menunjukkan sebuah pantun kepada siswa
atau meminta siswa memberikan contoh sebuah pantun kemudian guru menanyakan
jumlah baris pantun tersebut;
(2) guru menanyakan nama atau sebutan baris
kesatu dan kedua serta sebutan baris ketiga dan keempat. Kalau memang tidak ada
anak yang dapat menjawab pertanyaan tersebut, guru menjelaskan bahwa nama baris
kesatu dan kedua adalah sampiran sedangkan nama baris ketiga dan keempat adalah
isi. Untuk memperjelas hal ini guru dapat menambah contoh pantun lagi;
(3) guru menanyakan persamaan bunyi akhir
baris-baris pantun tersebut. Bunyi akhir baris pertama sama dengan bunyi akhir
baris keberapa? Bunyi akhir baris kedua sama dengan bunyi akhir baris keberapa?
Guru melanjutkan pertanyaan dengan bagian bunyi mana yang memiliki persamaan.
Hal ini dapat diperjelas dengan menunjukkan atau menanyakan persamaan bunyi
contoh pantun yang lain;
(4) untuk
memantapkan pemahaman siswa tentang ciri-ciri pantun, siswa dan guru
menyimpulkan ciri-ciri pantun;
(5) siswa
membentuk kelompok heterogen. Tiap kelompok terdiri dari empat anak. Sedapat
mungkin tiap kelompok terdiri dari empat anak karena dalam kegiatan selanjutnya
dua anak akan berperan sebagai tuan rumah (tetap tinggal di kelompoknya atau
rumahnya) dan dua anak lagi akan berperan sebagai tamu yang akan bertamu atau
berkunjung ke kelompok lain. Dengan
berdua, anak akan lebih percaya diri dan mengurangi tingkat kecemasannya. Kalau
memang jumlah siswa dalam satu kelas tidak bisa dikelompokkan dengan tiap
kelompok terdiri dari empat anak, beberapa kelompok bisa terdiri dari lima
anak.
(5) guru memberikan lembar kerja siswa yang
berisi empat bait pantun yang susunannya diacak kepada tiap kelompok;
(6) tiap kelompok menuliskan kembali empat bait
pantun yang diacak dengan susunan pantun
yang tepat. Tiap kelompok diberi saran memiliki dua dokumen pekerjaan karena
dokumen pertama akan dipegang dua anggota yang tinggal di kelompok (tuan rumah)
sebagai hidangan dan dokumen kedua akan dibawa bertamu sebagai oleh-oleh;
(7) pada saat tiap kelompok berdiskusi, guru
berkeliling melihat aktivitas tiap kelompok. Selain untuk memberi motivasi
kepada anak dan mengamati aktivitasnya, guru juga harus melihat hasil pekerjaan
tiap kelompok untuk memastikan bahwa tidak akan terjadi hasil pekerjaan semua
kelompok salah. Atau dengan kata lain, ada beberapa kelompok yang mengerjakannya
dengan tepat sebagian atau keseluruhan. Hal ini berguna untuk penentuan siapa
yang menjadi tamu suatu kelompok atau tim tamu satu kelompok akan bertamu ke
kelompok mana;
(8) tiap kelompok menentukan tim tamu dan tim
tuan rumahnya yang masing-masing terdiri dari dua atau tiga anak. Tim tamu
masing-masing kelompok bertamu ke
kelompok lain dan tim tuan rumah tetap tinggal di kelompoknya atau rumahnya.
Tim tamu membawa oleh-oleh susunan pantun. Demikian juga dengan tuan rumah,
mereka harus menyiapkan hidangan yang berupa susunan pantun;
(9) secara bergantian antara tuan rumah dan tamu
menyuguhkan pantunnya. Kemudian baik tuan rumah maupun tamu sama-sama
membandingkan susunan pantunnya. Mereka sama-sama menyampaikan pendapat dan
argumennya. Pada langkah ini tamu atan tuan rumah yang merasa salah
pekerjaannya akan mengakuinya;
(10) tamu minja izin pulang kepada tuan rumah dan
kemudian kembali ke kelompok atau rumahnya. Di kelompok, tim tamu dan tim tuan
rumah mendiskusikan hasil pekerjaannya. Kemudian mereka menentukan susunan
pantun yang tepat; dan
(11) untuk pemantapan, salah satu kelompok
mempresentasikan hasil pekerjaannya. Dilanjutkan dengan tanggapan dan penegasan
oleh guru dan siswa.
Sedangkan langkah-langkah
pembelajaran pertemuan kedua adalah sebagai berikut.
(1) siswa menjawab pertanyaan guru tentang
ciri-ciri pantun;
(2) siswa menyebutkan salah satu contoh pantun;
(3) siswa menunjukkan sampiran dan isi pantun;
(4) guru menegaskan pada siswa bahwa sampiran
pantun dapat dirangkai dari nama buah-buahan, nama binatang, dan nama
benda-benda lainnya. Sedangkan isi pantun dapat berisi tentang budi pekerti,
nasehat, persahabatan, atau hal-hal yang lucu;
(5) siswa menunjukkan sampiran yang dirangkai
dari nama buah-buahan, nama binatang, atau nama benda;
(6) siswa membentuk kelompok. Tiap kelompok
terdiri dari empat anak. Dua anak berperan sebagai tuan rumah (tetap tinggal di
kelompoknya atu rumahnya) dan dua anak yang lain berperan sebagai tamu. Karena
jumlah siswa kelas empat terdiri dari 18 siswa, maka dalam pembelajaran ini ada
empat kelompok dengan dua kelompok terdiri dari empat anak dan dua kelompok
terdiri dari lima anak;
(7) guru membagikan lembar kerja siswa yang
berisi pantun yang dirumpangkan sampiran dan isinya dan membuat dua bait pantun
bertema tentang budi pekerti;
(8) siswa berdiskusi dengan kelompoknya
melengkapi pantun yang dirumpangkan dan membuat dua bait pantun yang berisi
tentang budi pekerti. Guru
berkeliling ke semua kelompok untuk meilhat aktivitas mereka dalam mengerjakan
lembar kerja;
(9) tiap kelompok menentukan tim tamu dan tim
tuan rumahnya yang masing-masing terdiri dari dua atau tiga anak. Tim tamu
masing-masing kelompok bertamu ke
kelompok lain dan tim tuan rumah tetap tinggal di kelompoknya atau rumahnya.
Tim tamu membawa oleh-oleh pantun. Demikian juga dengan tuan rumah, mereka
harus mereka harus menyiapkan hidangan yang berupa pantun;
(10) secara bergantian antara tuan rumah dan tamu
menyuguhkan pantunnya. Kemudian baik tuan rumah maupun tamu sama-sama
membandingkan susunan pantunnya. Mereka sama-sama menyampaikan pendapat dan
argumennya;
(11) tamu minja izin pulang kepada tuan rumah dan
kemudian kembali ke kelompok atau rumahnya. Di kelompok, tim tamu dan
tim tuan rumah mendiskusikan hasil pekerjaannya; dan
(12) untuk
pemantapan, salah satu kelompok mempresentasikan hasil pekerjaannya.
Dilanjutkan dengan tanggapan dan penegasan oleh guru dan siswa.
DAFTAR RUJUKAN
Asfar, Dedy, Ari. 2006. November. Ungkapan Rasa dan
Pikir dalam Pantun Melayu dan Kalimantan
Barat. Tuah Talino. Halaman 1-13.
Fang, Liaw, Yock. 1993. Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik. Jakarta: Erlangga.
Hadi, Abdul. 2008. Pantun sebagai Cermin Kehidupan Masyarakat Melayu. Makalah
disajikan dalam Seminar Budaya Melayu di Tanjung Pinang, tanggal 16-17 Desember
2008.
Wahyudi, Ibnu. 2008. 29 November. Dari Pantun,
Penyair ke Pemuisi. Kompas.
minta izin mengutip buat bahan skripsi
ReplyDelete